Selasa, 26 April 2011

Mengubur Awan

Saya menemukan mimpi lagi. Dan sekali lagi saya harus menuntaskannya. Menuntaskan dalam artian mengubur dalam-dalam niatan saya. Mimpi ini masih harus saya kubur dengan alasan saya wanita. Wanita yang menurut pandangan orang tua saya tak perlu melakukan macam-macam. Wanita yang saking rapuhnya harus berada dalam batas aman.


Sepertinya saya sedang diuji, haaha miris. Dalam sepekan, saya menemukan dan meyakini dua mimpi yang ingin saya kejar dan wujudkan. Tapi dua mimpi ini termentahkn begitu saja. Paling tidak saya sudah berusaha, ya nggak? Menjelaskan apa yang ada di dalam benak saya. Tapi sepertinya saya bermimpi terlalu tinggi lagi, saya lupa dengan pagar yang ditanam cukup kuat dan tinggi dihadapan saya.

Terkadang saya punya fantasi. Saya yakin cukup kuat untuk mendobrak dan melewati pagar itu. Tapi sayangnya sedetik kemudian saya yakin saya tidak bisa melakukan itu. Bukan alasan kekuatan, tapi alasan sebagai manusia yang menyayangi dan patuh kepada manusia yang lain.

Mimpi saya sedikit aneh lagi. Bukan mayoritas mimpi yang dimiliki oleh manusia sebaya saya. Saya ingin mengikuti program pendidikan untuk anak-anak di pelosok nusantara. Rasanya ingin sekali berada di sekeliling anak-anak yang menakjubkan. Berbagi dengan mereka tentang betapa menakjubkannya alam, indah dan kejamnya hidup. Saling mendukung dan menerima apa adanya. Sungguh dunia jujur yang ada di benak saya. Beberapa waktu yang lalu, saya bahkan keasyikan mendownload soal-soal pelajaran kelas 1 sampai 6 SD. Sambil senyum-senyum saya kerjakan. Saya bayangkan saya akan benar-benar mengajarkan anak-anak menakjubkan ini. Saya bayangkan mengelus kepala mereka dan melihat semangat berkobar di mata mereka. Atau bahkan ketika mereka sulit memahami pelajaran, saya ingin dengan sabar membimbing mereka. Saya ingin bersama-sama mereka menemukan cahaya di ujung gua gulita ini bersama.

Tapi ternyata saya harus mengendalikan imajinasi ini. Sejenak saya berusaha meruntuhkan derajat kepedean. Bertubi-tubi saya hujani benak saya dengan pesimisme yang kejam, bahwa saya tak akan mampu melakukan itu. Saya tak cukup berpendidikan untuk memberi pendidikan. Tak cukup arif untuk menunjukkan kearifan-kearifan. Dan tak cukup berbudi untuk menujukkan kepada mereka bagaimana berada di bumi nusantara.

Tapi ternyata serangan saya tak mempan. Saya masih tetap belajar, saya ingin suatu hari nanti. Bila kesempatan datang, saya siap. Dan saya memutuskan untuk tetap belajar. Saya harus belajar. Saya harus cukup kuat untuk disandar, dan cukup lembut untuk mengasihi. Saya harus menata diri saya. Belajar sebanyak mungkin, semua hal yang saya sukai.

2 komentar:

  1. aku sama carin punya mimpi yg sama dan gagal juga, tenang dina, anak indonesia yg butuh pendidikan g cuma di pelosok saja, banyak di sekitar kita, smoga suatu hari kita bisa bikin indonesia mengajar dengan interpretasi kita sendiri :)

    BalasHapus
  2. iyah, wuihh.. ternyata telepati kita terlalu kuat.. gyaahahhahaha.. >0<

    suatu hari nanti..
    ya, kita bikin yang super oke sekalii :)

    BalasHapus